HomeDPRD KaltaraKaltara Berpeluang Jadi Pusat Industri Rumput Laut Nasional, DPRD Tekankan Urgensi Pabrik...

Kaltara Berpeluang Jadi Pusat Industri Rumput Laut Nasional, DPRD Tekankan Urgensi Pabrik Pengolahan

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kaltara, Muhammad Nasir. Foto: Humas.

BIRUKUNINGNEWS.COM, TARAKAN – Potensi besar sektor budidaya rumput laut di Kalimantan Utara (Kaltara) kembali dihadapkan pada tantangan berat. Harga yang stagnan, produksi yang menurun akibat serangan hama, hingga konflik ruang antara pelayaran, pemukat, dan pembudidaya membuat sektor ini tertekan dalam beberapa tahun terakhir.

Di tengah kondisi tersebut, dorongan untuk segera membangun pabrik pengolahan rumput laut di Kaltara semakin menguat.

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kaltara, Muhammad Nasir, mengatakan bahwa banyak keluhan pembudidaya belum terselesaikan, terutama di sentra produksi seperti Kabupaten Nunukan.

“Sudah dua tahun harga berada di titik rendah. Sekarang memang tidak terlalu turun, tapi stagnan. Produksi pun menurun karena hama penyakit,” ujarnya, Kamis (20/11/25).

Nasir juga menyoroti tingginya konflik ruang di lapangan, termasuk insiden tiang rumput laut yang tercabut akibat aktivitas pelayaran maupun pemukat. Menurutnya, kondisi ini membuat banyak petani mengalami kerugian besar.

Ia menilai, hilangnya nilai tambah merupakan masalah mendasar yang membuat pembudidaya tidak merasakan peningkatan kesejahteraan. Rumput laut Kaltara selama ini masih banyak dijual dalam bentuk gelondongan ke luar daerah, tanpa pengolahan lokal.

“Kelemahan kita sekarang, rumput laut dijual keluar dalam bentuk mentah. Daerah lain yang dapat nama karena mengolahnya, seperti Makassar atau Surabaya. Karena itu, pabrik industri rumput laut harus ada di Kaltara,” tegasnya.

Nasir mencontohkan Kabupaten Takalar di Sulawesi Selatan, di mana keberadaan pabrik mampu mendongkrak harga dan memberi kepastian pasar bagi pembudidaya.

Ia menambahkan, pembangunan industri pengolahan juga akan membuka peluang produk setengah jadi seperti tepung rumput laut, sehingga Kaltara tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi pemain penting dalam rantai industri.

Meski demikian, tantangan utama pembangunan pabrik di Nunukan dan Tarakan adalah kebutuhan air dan listrik. Nasir menyarankan alternatif lokasi seperti Tanjung Selor yang memiliki ketersediaan sumber daya lebih stabil.

“Kalau air dan listrik belum memadai di Nunukan, kita bisa bangun di Tanjung Selor. Air melimpah, ada sungai. Bisa juga di Subuku. Ini lebih baik daripada pabrik tetap berada di Makassar atau Surabaya,” katanya.

Selain mendorong industri, DPRD juga telah mengambil sejumlah langkah lanjutan. Di antaranya mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan—petani, pemukat, pedagang, dinas, hingga aparat keamanan—untuk membahas solusi bersama.

Beberapa usulan yang mengemuka meliputi:

sinergi dengan TNI AL yang sebelumnya terbukti mengurangi kehilangan rumput laut akibat konflik ruang;

penyusunan Perda terkait stabilisasi harga;

pembentukan BUMD yang bertugas membeli rumput laut saat harga jatuh, agar petani tidak dirugikan.

Menurut Nasir, pembangunan pabrik industri rumput laut yang saat ini sedang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi adalah langkah strategis paling penting untuk memutus rantai masalah yang selama ini membelit sektor tersebut.

“Dengan adanya pabrik, harga bisa stabil, nilai tambah muncul di daerah, dan Kaltara bisa menjadi pemain utama dalam industri rumput laut nasional,” tegasnya.